Blogger news

Pages

Kamis, 02 April 2015

Hubungan Islam Dan Kebhinekaan

BAGAIMANA HUBUNGAN ISLAM DAN KEBHINNEKAAN?
Description: D:\aak\logo akk-3.png
DISUSUN OLEH:
KARINA DWI S                   (A102.10.031)
KEKE EKA PUTRI C          (A102.10.032)

AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas agama tentang hubungan agama islam dengan kebhinnekaan dengan baik dan tidak ada halangan apapun. Makalah ini kami buat untuk memperluas pengetahuan kami ataupun pembaca tentang agama islam dan kebihnekaan dan untuk memenuhi tugas yang telah diberikan.
        Dalam penulisan makalah ini, tentunya kami tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada:
1.      Bp. Sugiyat  selaku dosen kami
2.      Orang tua kami
3.      Teman-teman kami
Di dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Dan tidak lupa kami mohon maaf bila terjadi kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Akhirnya kami  berharap semoga makalah  ini dapat bermanfaat dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya.


Surakarta , 28 November  2014
penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak budaya dan agama. Banyak kepercayaan di Indonesia yang dianut oleh masyarakat tidak lain adalah agama. Agama yang dianut oleh setiap pemeluknya memiliki ajaran-ajaran di dalamya yang harus djalankan sebagai pemeluk yang taat. Namun saat ini ketaatan pemeluk umat beragama tidak sepenuhnya dilakukan dalam kehidupannya sehari-hari. Hanya dijadikan status dan memenuhi kebebasannya untuk memeluk agama yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Ajaran agama pun kadang diabaikan sehingga dalam setiap kehidupannya tidak berlandaskan ajaran agama. Hal ini berakibat adanya penyimpangan- penyimpangan, melemahnya moral, dan norma yang terjadi di Indonesia. Apalagi saat ini adalah era globalisasi yang membawa masyarakat hidup dalam pola hidup yang modern, kemajuan teknologi, dan lebih menghargai pada setiap pemikiran orang-orang. Kenyataanya masyarakat saat ini merasa ajaran agama terus pudar, nilai Pancasila yang di dalamnya terdapat nilai-nilai yang luhur sudah berkurang. Ini yang harus dilakukan oleh generasi penerus bangsa untuk memperbaiki pola pikir dan sistem kepercayaan masyarakat Indonesia.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Arti falsafah bagi bangsa indonesia?
2.      Hubungan islam dengan kebhinnekaan?
3.      Hubungan islam dengan pancasila?
4.      Arti sekularisasi pancasila




BAB II
PEMBAHASAN
1.    FALSAFAH BAGI BANGSA INDONESIA
A.    Bhinneka Tunggal Ika: berbeda-beda tapi tetap satu. Bhineka Tunggal Ika merupakan keanekaragaman suku, agama, bahasa dan berbagai aspek kebudayaan yang merupakan aset bangsa yang akan tetap bersatu membentuk harmoni di dalam wadah keindonesiaan.
B.     Pancasila: sebenarnya merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama islam. Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila.
            Islam dan pancasila sama – sama menjamin kebebasan beragama, islam sebagai landasan yang bersifat transendental dan pancasila sebagai landasan yang bersifat profan. Pembahasan tentang kebinekaan dalam Al Qur’an ini, dimaksudkan untuk memberikan wawasan dan pandangan bagi masyarakat, agar dapat mewujudkan kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan hidup bersama, serta terhindar dari segala macam konflik yang merugikan kehidupan secara moril maupun materiil.
·         Relasi Agama dan Nilai-nilai Pancasila
            Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya, rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa Indonesia.
            Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila

2. HUBUNGAN ISLAM DENGAN KEBHINNEKAAN
            Allah SWT berfirman dalam surah (30) Ar Ruum ayat 22 tentang kebinekaan, sebagai berikut;
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. 30 : 22)

3. HUBUNGAN ISLAM DENGAN PANCASILA
1)      Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Ketuhanan adalah prinsip semua agama. Dan prinsip keesaan Tuhan merupakan inti ajaran Islam, yang dikenal dengan konsep tauhid. Dalam Islam tauhid harus diyakini secara kaffah (totalitas), sehingga tauhid tidak hanya berwujud pengakuan dan pernyataan saja. Akan tetapi, harus dibuktikan dengan tindakan nyata, seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, baik dalam konteks hubungan vertikal kepada Allah (ubudiyyah) maupun hubungan horisontal dengan sesama manusia dan semua makhluk (hablun minan nas).
            Totalitas makna tauhid itulah kemudian dikenal dengan konsep tauhid ar-rububiyyah, tauhid al-uluhiyyahdan tauhid al-asma wa al-sifat. Tauhid Rububiyyah adalah pengakuan, keyakinan dan pernyataan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pengatur dan penjaga alam semesta ini. Sedangkan tauhid al-Uluhiyyah adalah keyakinan akan keesaan Allah dalam pelaksanaan ibadah, yakni hanya Allah yang berhak diibadahi dengan cara-cara yang ditentukan oleh Allah (dan Rasul-Nya) baik dengan ketentuan rinci, sehingga manusia tinggal melaksanakannya maupun dengan ketentuan garis besar yang memberi ruang kreativitas manusia seperti ibadah dalam kegiatan sosial-budaya, sosial ekonomi, politik kenegaraan dan seterusnya, disertai dengan akhlak (etika) yang mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Adapun tauhid al-asma wa al-sifat adalah bahwa dalam memahami nama-nama dan sifat Allah seorang  muslim hendaknya hanya mengacu kepada sumber ajaran Islam, Quran-Sunnah.
Melihat paparan di atas pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh dengan pengamalan tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi pertimbangan Ki Bagus Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk menghapus 7 kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, mengusulkan kata pengganti dengan “Yang Maha Esa”. Dalam pandangan beliau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid bagi umat Islam.  (Endang Saifuddin, 1981: 41-44).
2)      Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Prinsip kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran setiap agama yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran Islam, prinsip ini merupakan manifestasi dan pengamalan dari ajaran tauhid. Muwahhidun (orang yang bertauhid) wajib memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi dengan sikap yang adil dan berkeadaban.
Sikap adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 8,“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Demikian juga konsep beradab (berkeadaban) dengan menegakkan etika dan akhlak yang mulia menjadi misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya, “Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”


3)      Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan antar manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan mengajak kepada kebaikan (al-khair), mendorong perbuatan yang makruf, yakni segala sesuatu yang membawa maslahat (kebaikan) bagi umat manusia dan mencegah kemungkaran, yakni segala yang membawa madharat (bahaya dan merugikan) bagi manusia seperti tindak kejahatan. Persatuan dan kesatuan dengan organisasi dan kepemimpinan yang kokoh itu dapat berbentuk negara, seperti negeri tercinta Indonesia.
4)      Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan
Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam yang mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan rakyatnya dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah dengan mendengarkan berbagai pandangan untuk didapat pandangan yang terbaik bagi kehidupan bersama dengan kemufakatan. Sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia dengan mengedepan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana ditegaskan dalam sila-sila dalam Pancasila sejalan dengan ajaran agama. Bahkan pengamalan agama akan memperkokoh implementasi ideologi Pancasila.
5)      Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mengelola negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti keadilan hukum, keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat merupakan amanat setiap agama bagi para pemeluknya. Dalam Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang adil. (QS. Nisa: 58)

Dalam kaidah fikih Islam dinyatakan “al-ra’iyyatu manuthun bil maslahah”, artinya kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan) kemaslahatan rakyatnya. Berarti pula bahwa pemegang amanah kepemimpinan suatu negara wajib mengutamakan kesejahteraan rakyat.
4. SEKULARISASI PANCASILA
Adanya gerakan sekularisasi atau sterilisasi Pancasila dari nilai-nilai agama dari sudut pandang Islam saat ini dapat berbentuk pemikiran dan wacana tetapi juga dalam praktek hidup yang dilakoni oleh warga negara bangsa ini, baik di kalangan rakyat jelata maupun mereka yang memegang amanah sebagai pemimpin dan pejabat negara. Pada tataran konsep dan pemikiran di antaranya adalah munculnya wacana liberalisasi budaya dan agama dengan mengatasnamakan HAM, misalnya munculnya RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender yang diantaranya akan menggugat bagian-bagian penting dari undang-undang perkawinan yang bersumber kuat dari ajaran agama (Islam) yang “dianggap” bertentangan dengan HAM.
Sekularisasi Pancasila juga diwarnai oleh munculnya wacana bahwa nilai-nilai agama tidak boleh dibawa dalam tatanan hidup bernegara, dan sebaliknya negara tidak boleh mengatur kehidupan masyarakat dalam masalah keagamaan. Sehingga negara tidak perlu terlibat untuk mengatur, menertibkan hingga melarang munculnya aliran sesat dalam suatu agama. Karena menurut kelompok ini agama tidak berhak menghukumi suatu aliran sebagai aliran sesat atau tidak sesat. Keyakinan adalah urusan pribadi tidak dapat dinilai oleh orang lain apalagi negara. Memang mencampuradukkan urusan agama dan negara tidak boleh dilakukan, tetapi bukan berarti boleh memisah secara ekstrem antara agama dan negara, antara agama dan Pancasila.
Seluruh konsep yang terkandung dalam rumusan Pancasila adalah nilai-nilai ajaran agama, karena prinsip ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, keadaban, persatuan, kepemimpinan, kebijaksanaan, permusyawaratan, keadilan sosial adalah nilai-nilai otentik dari ajaran agama (khususnya Islam). Ketaatan dalam menjalankan ajaran agama yang dimiliki oleh setiap rakyat baik yang menjadi rakyat biasa maupun rakyat yang sedang mendapatkan amanah sebagai pemimpin dan pejabat negara akan memperkokoh tegaknya nilai-nilai Pancasila sekaligus memperkokoh ketahanan nasional.
Namun demikian, saat ini sekularisasi Pancasila telah merasuki bangsa ini dalam bentuk praktek hidup yang tidak bermoral, baik dilakukan oleh rakyat biasa maupun para pemimpin dan pejabat negara. Praktek hidup bangsa ini mengalami pengeringan dari nilai-nilai agama. Bagaimana mungkin, seorang pemimpin, wakil rakyat, akademisi, intelektual dan budayawan ikut-ikut mendukung diterimanya konser Lady Gaga. Ini jelas contoh konkret pengeringan nilai-nilai agama yang sangat mengancam nilai-nilai otentik Pancasila. Adanya krisis keteladanan, krisis kepemimpinan dan dekadensi moral yang dalam bahasa Prof Dien Syamsuddin disebut dengan “accumulated global damage”  adalah bukti nyata dari sekularisasi Pancasila ini.
Oleh karena itu, semestinya negara sebagaimana amanah Pancasila (sebelum disekularisasi  dan disterilisasi dari ajaran agama) memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kehidupan keagamaan seluruh elemen anak bangsa. Negara dalam hal ini aparat negara dan penegak hukum negara harus mempelopori dan mendorong dengan sungguh-sungguh agar setiap rakyat Indonesia menjalankan syariat agamanya masing-masing dengan benar. Negara juga proaktif melindungi kehidupan keagamaan bangsa ini dari ancaman aliran-aliran yang menyimpang dan sesat, yang akan merusak kehidupan keagamaan. Dalam menentukan apakah suatu aliran dalam suatu agama dipandang sesat atau tidak,  masing-masing umat beragama telah memiliki para ahli ilmu agama (Ulama, pendeta dan majelis pemimpin agama), maka negara dapat meminta fatwa kepada Ulama, pendeta atau majelis pemimpin agama-agama yang ada.
Dengan demikian, terjadi kerekatan antara pemimpin negara dan pemimpin agama dalam melindungi dan menjamin kehidupan beragama, sehingga nilai-nilai Pancasila yang seluruhnya merupakan nilai otentik ajaran agama akan berdiri tegak dengan kokoh sebagai ideologi negara yang adiluhung, sehingga negeri ini menjadi negara yang kokoh karena moralitas.
BAB III
KESIMPULAN
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak budaya dan agama. memenuhi kebebasannya untuk memeluk agama yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. falsafah bangsa indonesia adalah bihneka tunggal ika dan pancasila. Islam dan pancasila sama – sama menjamin kebebasan beragama, islam sebagai landasan yang bersifat transendental dan pancasila sebagai landasan yang bersifat profan. hubungan islam dengan kebihnekaan tercantum dalam Al Quran surah (30) Ar Ruum ayat 22. Hubungan islam dengan pancasila tertuang dari sila pertama hingga sila ke 5 yaitu:
            Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan adalah prinsip semua agama. Dan prinsip keesaa Tuhan merupakan inti ajaran Islam.
            Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sikap adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 8.
            Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan antar manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan mengajak kepada kebaikan (al-khair).
            Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan. Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam yang mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan rakyatnya dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah.
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang adil. (QS. Nisa: 58).

DAFTAR PUSTAKA

1.      (3)Mustafa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, ter. Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly, Anshori Umar Sitanggal, (Semarang; Karya Toha Putra, 1989), hal. 187 – 188.
2.      (5)Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, terj. Ali Audah, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1994), 1032, footnote 3527.
3.      (6)Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, terj. Ali Audah, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1994), 1124, footnote 3912.
4.      http://www.sangpencerah.com/2013/10/hubungan-pancasila-dengan-nilai-ajaran.html



0 komentar :

Posting Komentar