BAGAIMANA
HUBUNGAN ISLAM DAN KEBHINNEKAAN?
DISUSUN
OLEH:
KARINA
DWI S (A102.10.031)
KEKE
EKA PUTRI C (A102.10.032)
AKADEMI
ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas agama
tentang hubungan agama islam dengan kebhinnekaan dengan baik dan tidak ada halangan apapun.
Makalah ini kami buat untuk memperluas pengetahuan kami ataupun pembaca tentang
agama islam dan kebihnekaan dan untuk memenuhi tugas yang telah diberikan.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya kami
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih
atas segala bantuan yang telah diberikan kepada:
1.
Bp. Sugiyat
selaku dosen kami
2.
Orang tua kami
3.
Teman-teman kami
Di dalam penulisan makalah ini, kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan oleh karena itu kami mengharapkan saran dan
kritik yang membangun. Dan tidak lupa kami mohon maaf bila terjadi kesalahan
yang disengaja maupun tidak disengaja. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan dengan
sebaik-baiknya.
Surakarta
, 28 November 2014
penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia
adalah negara yang memiliki banyak budaya dan agama. Banyak kepercayaan di
Indonesia yang dianut oleh masyarakat tidak lain adalah agama. Agama yang
dianut oleh setiap pemeluknya memiliki ajaran-ajaran di dalamya yang harus
djalankan sebagai pemeluk yang taat. Namun saat ini ketaatan pemeluk umat
beragama tidak sepenuhnya dilakukan dalam kehidupannya sehari-hari. Hanya
dijadikan status dan memenuhi kebebasannya untuk memeluk agama yang tercantum
dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Ajaran agama pun kadang diabaikan sehingga
dalam setiap kehidupannya tidak berlandaskan ajaran agama. Hal ini berakibat
adanya penyimpangan- penyimpangan, melemahnya moral, dan norma yang terjadi di
Indonesia. Apalagi saat ini adalah era globalisasi yang membawa masyarakat hidup
dalam pola hidup yang modern, kemajuan teknologi, dan lebih menghargai pada
setiap pemikiran orang-orang. Kenyataanya masyarakat saat ini merasa ajaran
agama terus pudar, nilai Pancasila yang di dalamnya terdapat nilai-nilai yang
luhur sudah berkurang. Ini yang harus dilakukan oleh generasi penerus bangsa
untuk memperbaiki pola pikir dan sistem kepercayaan masyarakat Indonesia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Arti
falsafah bagi bangsa indonesia?
2. Hubungan
islam dengan kebhinnekaan?
3. Hubungan
islam dengan pancasila?
4. Arti
sekularisasi pancasila
BAB II
PEMBAHASAN
1. FALSAFAH
BAGI BANGSA INDONESIA
A.
Bhinneka Tunggal Ika: berbeda-beda tapi tetap satu.
Bhineka Tunggal Ika merupakan keanekaragaman suku, agama, bahasa dan berbagai
aspek kebudayaan yang merupakan aset bangsa yang akan tetap bersatu membentuk
harmoni di dalam wadah keindonesiaan.
B. Pancasila: sebenarnya
merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya
bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama islam. Islam
sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki
relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila.
Islam dan pancasila sama – sama menjamin kebebasan
beragama, islam sebagai landasan yang bersifat transendental dan pancasila
sebagai landasan yang bersifat profan. Pembahasan tentang kebinekaan dalam Al Qur’an ini, dimaksudkan untuk memberikan wawasan
dan pandangan bagi masyarakat, agar dapat mewujudkan kesejahteraan, kedamaian
dan kebahagiaan hidup bersama, serta terhindar dari segala macam konflik yang
merugikan kehidupan secara moril maupun materiil.
·
Relasi Agama
dan Nilai-nilai Pancasila
Sebagai falsafah hidup bangsa,
hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan diamalkan oleh bangsa Indonesia
sejak negara ini belum berbentuk. Artinya, rumusan Pancasila sebagaimana
tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya merupakan refleksi dari falsafah
dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dan terinspirasi dari
nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa Indonesia.
Islam sebagai agama yang dipeluk
secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki relasi yang sangat kuat dengan
nilai-nilai Pancasila
2. HUBUNGAN ISLAM DENGAN
KEBHINNEKAAN
Allah SWT berfirman dalam surah (30) Ar Ruum ayat 22
tentang kebinekaan, sebagai berikut;
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang mengetahui.” (Q.S.
30 : 22)
3. HUBUNGAN ISLAM DENGAN PANCASILA
1) Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketuhanan adalah prinsip semua
agama. Dan prinsip keesaan Tuhan merupakan inti ajaran Islam, yang dikenal
dengan konsep tauhid. Dalam Islam tauhid harus diyakini secara kaffah
(totalitas), sehingga tauhid tidak hanya berwujud pengakuan dan pernyataan
saja. Akan tetapi, harus dibuktikan dengan tindakan nyata, seperti melaksanakan
kewajiban-kewajiban agama, baik dalam konteks hubungan vertikal kepada Allah (ubudiyyah)
maupun hubungan horisontal dengan sesama manusia dan semua makhluk (hablun
minan nas).
Totalitas makna tauhid itulah
kemudian dikenal dengan konsep tauhid ar-rububiyyah, tauhid
al-uluhiyyahdan tauhid al-asma wa al-sifat. Tauhid Rububiyyah
adalah pengakuan, keyakinan dan pernyataan bahwa Allah adalah satu-satunya
pencipta, pengatur dan penjaga alam semesta ini. Sedangkan tauhid al-Uluhiyyah
adalah keyakinan akan keesaan Allah dalam pelaksanaan ibadah, yakni hanya Allah
yang berhak diibadahi dengan cara-cara yang ditentukan oleh Allah (dan Rasul-Nya)
baik dengan ketentuan rinci, sehingga manusia tinggal melaksanakannya maupun
dengan ketentuan garis besar yang memberi ruang kreativitas manusia seperti
ibadah dalam kegiatan sosial-budaya, sosial ekonomi, politik kenegaraan dan
seterusnya, disertai dengan akhlak (etika) yang mulia sebagaimana dicontohkan
oleh Rasulullah. Adapun tauhid al-asma wa al-sifat adalah bahwa dalam memahami
nama-nama dan sifat Allah seorang muslim hendaknya hanya mengacu kepada
sumber ajaran Islam, Quran-Sunnah.
Melihat
paparan di atas pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh dengan
pengamalan tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi pertimbangan Ki
Bagus Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk menghapus 7 kata “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, mengusulkan kata
pengganti dengan “Yang Maha Esa”. Dalam pandangan beliau Ketuhanan Yang Maha
Esa adalah tauhid bagi umat Islam. (Endang Saifuddin, 1981: 41-44).
2)
Sila kedua: Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab.
Prinsip
kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran setiap
agama yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran Islam,
prinsip ini merupakan manifestasi dan pengamalan dari ajaran tauhid. Muwahhidun (orang
yang bertauhid) wajib memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi dengan sikap yang
adil dan berkeadaban.
Sikap
adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan
ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 8,“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Demikian
juga konsep beradab (berkeadaban) dengan menegakkan etika dan akhlak yang mulia
menjadi misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya, “Sesungguhnya
aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
3) Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Ajaran
Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan antar
manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan mengajak
kepada kebaikan (al-khair), mendorong perbuatan yang makruf, yakni
segala sesuatu yang membawa maslahat (kebaikan) bagi umat
manusia dan mencegah kemungkaran, yakni segala yang membawa madharat (bahaya
dan merugikan) bagi manusia seperti tindak kejahatan. Persatuan dan kesatuan
dengan organisasi dan kepemimpinan yang kokoh itu dapat berbentuk negara,
seperti negeri tercinta Indonesia.
4) Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan
Prinsip
yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam yang
mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan rakyatnya
dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah dengan mendengarkan
berbagai pandangan untuk didapat pandangan yang terbaik bagi kehidupan bersama
dengan kemufakatan. Sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia dengan
mengedepan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana ditegaskan dalam
sila-sila dalam Pancasila sejalan dengan ajaran agama. Bahkan pengamalan agama
akan memperkokoh implementasi ideologi Pancasila.
5) Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mengelola
negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti keadilan
hukum, keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk
kesejahteraan rakyat merupakan amanat setiap agama bagi para pemeluknya. Dalam
Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan rakyatnya,
dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang adil. (QS. Nisa: 58)
Dalam
kaidah fikih Islam dinyatakan “al-ra’iyyatu manuthun bil maslahah”,
artinya kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan) kemaslahatan rakyatnya.
Berarti pula bahwa pemegang amanah kepemimpinan suatu negara wajib mengutamakan
kesejahteraan rakyat.
4. SEKULARISASI PANCASILA
Adanya
gerakan sekularisasi atau sterilisasi Pancasila dari nilai-nilai agama dari
sudut pandang Islam saat ini dapat berbentuk pemikiran dan wacana tetapi juga
dalam praktek hidup yang dilakoni oleh warga negara bangsa ini, baik di
kalangan rakyat jelata maupun mereka yang memegang amanah sebagai pemimpin dan
pejabat negara. Pada
tataran konsep dan pemikiran di antaranya adalah munculnya wacana liberalisasi
budaya dan agama dengan mengatasnamakan HAM, misalnya munculnya RUU Keadilan
dan Kesetaraan Gender yang diantaranya akan menggugat bagian-bagian penting
dari undang-undang perkawinan yang bersumber kuat dari ajaran agama (Islam)
yang “dianggap” bertentangan dengan HAM.
Sekularisasi
Pancasila juga diwarnai oleh munculnya wacana bahwa nilai-nilai agama tidak
boleh dibawa dalam tatanan hidup bernegara, dan sebaliknya negara tidak boleh
mengatur kehidupan masyarakat dalam masalah keagamaan. Sehingga negara tidak
perlu terlibat untuk mengatur, menertibkan hingga melarang munculnya aliran
sesat dalam suatu agama. Karena menurut kelompok ini agama tidak berhak
menghukumi suatu aliran sebagai aliran sesat atau tidak sesat. Keyakinan adalah
urusan pribadi tidak dapat dinilai oleh orang lain apalagi negara. Memang
mencampuradukkan urusan agama dan negara tidak boleh dilakukan, tetapi bukan
berarti boleh memisah secara ekstrem antara agama dan negara, antara agama dan
Pancasila.
Seluruh
konsep yang terkandung dalam rumusan Pancasila adalah nilai-nilai ajaran agama,
karena prinsip ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, keadaban, persatuan,
kepemimpinan, kebijaksanaan, permusyawaratan, keadilan sosial adalah
nilai-nilai otentik dari ajaran agama (khususnya Islam). Ketaatan dalam
menjalankan ajaran agama yang dimiliki oleh setiap rakyat baik yang menjadi
rakyat biasa maupun rakyat yang sedang mendapatkan amanah sebagai pemimpin dan
pejabat negara akan memperkokoh tegaknya nilai-nilai Pancasila sekaligus
memperkokoh ketahanan nasional.
Namun
demikian, saat ini sekularisasi Pancasila telah merasuki bangsa ini dalam
bentuk praktek hidup yang tidak bermoral, baik dilakukan oleh rakyat biasa
maupun para pemimpin dan pejabat negara. Praktek hidup bangsa ini mengalami
pengeringan dari nilai-nilai agama. Bagaimana mungkin, seorang pemimpin, wakil
rakyat, akademisi, intelektual dan budayawan ikut-ikut mendukung diterimanya
konser Lady Gaga. Ini jelas contoh konkret pengeringan nilai-nilai agama yang
sangat mengancam nilai-nilai otentik Pancasila. Adanya krisis keteladanan,
krisis kepemimpinan dan dekadensi moral yang dalam bahasa Prof Dien Syamsuddin
disebut dengan “accumulated
global damage” adalah bukti nyata dari sekularisasi Pancasila
ini.
Oleh
karena itu, semestinya negara sebagaimana amanah Pancasila (sebelum
disekularisasi dan disterilisasi dari ajaran agama) memiliki kepedulian
yang tinggi terhadap kehidupan keagamaan seluruh elemen anak bangsa. Negara
dalam hal ini aparat negara dan penegak hukum negara harus mempelopori dan
mendorong dengan sungguh-sungguh agar setiap rakyat Indonesia menjalankan
syariat agamanya masing-masing dengan benar. Negara juga proaktif melindungi
kehidupan keagamaan bangsa ini dari ancaman aliran-aliran yang menyimpang dan
sesat, yang akan merusak kehidupan keagamaan. Dalam menentukan apakah suatu
aliran dalam suatu agama dipandang sesat atau tidak, masing-masing umat
beragama telah memiliki para ahli ilmu agama (Ulama, pendeta dan majelis
pemimpin agama), maka negara dapat meminta fatwa kepada Ulama, pendeta atau
majelis pemimpin agama-agama yang ada.
Dengan
demikian, terjadi kerekatan antara pemimpin negara dan pemimpin agama dalam
melindungi dan menjamin kehidupan beragama, sehingga nilai-nilai Pancasila yang
seluruhnya merupakan nilai otentik ajaran agama akan berdiri tegak dengan kokoh
sebagai ideologi negara yang adiluhung, sehingga negeri ini
menjadi negara yang kokoh karena moralitas.
BAB III
KESIMPULAN
Indonesia adalah negara
yang memiliki banyak budaya dan agama.
memenuhi
kebebasannya untuk memeluk agama yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. falsafah bangsa indonesia adalah bihneka tunggal ika
dan pancasila. Islam dan pancasila sama
– sama menjamin kebebasan beragama, islam sebagai landasan yang bersifat
transendental dan pancasila sebagai landasan yang bersifat profan. hubungan
islam dengan kebihnekaan tercantum dalam Al Quran surah (30) Ar Ruum
ayat 22. Hubungan islam dengan pancasila tertuang dari sila pertama hingga sila
ke 5 yaitu:
Sila
pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan adalah prinsip semua
agama. Dan prinsip keesaa Tuhan
merupakan inti ajaran Islam.
Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sikap
adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan
ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 8.
Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Ajaran Islam memerintahkan agar
umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan antar manusia dengan kepemimpinan
dan organisasi yang kokoh dengan tujuan mengajak kepada kebaikan (al-khair).
Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan. Prinsip yang ada pada sila keempat
ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam yang mengajarkan kepemimpinan yang
adil, yang memperhatikan kemaslahatan rakyatnya dan di dalam menjalan roda
kepemimpinan melalui musyawarah.
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam
Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan rakyatnya,
dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang adil. (QS. Nisa: 58).
DAFTAR
PUSTAKA
1.
(3)Mustafa
Al Maragi, Tafsir Al Maragi, ter. Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly,
Anshori Umar Sitanggal, (Semarang; Karya Toha Putra, 1989), hal. 187 – 188.
2.
(5)Abdullah
Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, terj. Ali Audah, (Jakarta;
Pustaka Firdaus, 1994), 1032, footnote 3527.
3.
(6)Abdullah
Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, terj. Ali Audah, (Jakarta;
Pustaka Firdaus, 1994), 1124, footnote 3912.
4. http://www.sangpencerah.com/2013/10/hubungan-pancasila-dengan-nilai-ajaran.html
0 komentar :
Posting Komentar